PATI – Hingga tahun 2024, sebanyak 15 ribu lebih Rumah Tak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Pati belum tersentuh perbaikan.
Berdasarkan catatan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Pati, penanganan RTLH dari tahun 2017 hingga 2023 sudah menyentuh sebanyak 17.673 unit. Dari belasan ribu tersebut, 331 di antaranya menggunakan anggaran APBD Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati.
Sementara, yang belum tertangani di Kabupaten Pati masih sebanyak 15.605 unit RTLH.
Kepala Disperkim Kabupaten Pati Joko Cipto Cahyono mengaku masih banyak RTLH yang belum tertangani disebabkan anggaran yang terbatas.
Ia menyebutkan pada tahun ini Anggaran Pendapatan Belanja (APBD) Kabupaten Pati hanya mampu menangani RTLH sekira 20 unit saja. Ini meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 17 unit RTLH.
“Untuk RTLH tahun 2024 ini lebih banyak, tapi itu berupa PK (Peningkatan Kualitas), tidak membangun dari awal, karena anggarannya terbatas,” ungkapnya, belum lama ini.
Penanganan RTLH itu, katanya, akan bersinergi dengan program kegiatan yang dikelola oleh intansi lain. Misalnya program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan P2BG.
“Unitnya ada 20, tapi nanti dibagi dengan program dari pihak lain, misalnya Program TMMD ada 12 rumah, program PKK ada 4 rumah dan P2BG 4 rumah,” katanya.
Ia mengungkapkan masing-masing unit akan mendapatkan bantuan sebesar Rp 17,5 juta. Namun, bantuan yang diberikan bukan berupa uang, tapi berbentuk material.
Selain dari anggaran Pemkab, katanya, penanganan RTLH juga dibantu dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat. Namun, dalam realisasinya berupa program aspirasi.
“Dari provinsi rata-rata mungkin 500an. Kemudian juga dari pusat itu ribuan. Tapi anggarannya tidak lewat sini. Bersyukur kita. Kalau hanya dari APBD sedikit sekali,” ujarnya.
Ia menambah, dulu sebelum dirinya menjabat di Disperkim ada program Pembangunan Baru (PB). Namun, dalam realisasinya langsung melalui kebijakan bupati. Saat itu Disperkim hanya menyodorkan data saja.
“Untuk anggarannya per unit lebih besar, yakni, Rp 50 juta per unit,” ungkapnya.
Dalam menangani RTLH ini, pihaknya juga menemui sejumlah kendala. Salah satunya penerima yang pada akhirnya memutuskan untuk mundur.
“Itu pernah di Gunungsari itu mundur. Sudah dibuatkan buku tabungan, uang sudah cair. Itu takut karena tidak punya swadaya,” bebernya.
Untuk mengatasi itu, pihaknya akhirnya meminta bantuan dari pemerintah desa setempat untuk melakukan mediasi dengan keluarganya.
“Karena eman-eman. Itung-itung dapat rezeki, masak ditolak. Itu kita semangati,” katanya.–mf/red