Sudah menjadi perhatian bagi banyak orang, khususnya santri dan alumni Pondok Sarang, bahwa Gus Arwani menaruh hormat kepada dzuriyah Mbah Maimoen Zubair. Politisi yang sudah berpengalaman di Senayan ini, dalam gagasan dan kebijakan, selalu bertumpu pada madzhab politik a la Mbah Maimoen.
Mbah Moen seakan menjadi maha Guru, menjadi rujukan fatwa bagi Gus Arwani. Terlebih Gus Arwani dan Mbah Moen berada dalam satu naungan Partai berlambang Ka’bah alias PPP.
Kecintaan Gus Arwani terhadap Mbah Moen bukanlah isapan jempol belaka. Hampir seluruh langkah politik Gus Arwani tidak pernah bertentangan dengan dawuh hadrotus Syaikh. Begitu juga ketakdziman Gus Arwani kepada para putra dan keluarga Mbah Moen.
Suatu ketika ada acara kunjungan rombongan DPP PPP di Pondok Al-Anwar, tepatnya satu bulan sebelum pelaksanaan Pemilu 2019. Suharso Monoarfa yang baru saja terpilih sebagai Plt Ketua Umum sowan kepada Majelis Syariah Partai, yakni Simbah KH Maimoen Zubair. Seperti lazimnya tamu penting, disiapkan-lah panggung kecil di depan ndalem, kemudian dilaksanakan suatu seremonial sebagai bentuk penghormatan resmi. Saat itu para santri diikutkan dalam majlis acara. Setelah jama’ah sholat dzuhur, para santri sudah duduk berjejer rapi di depan panggung kecil, sementara di atas panggung disediakan 3 kursi.
Ketakdziman Gus Arwani, meski dalam hal sepele, kepada Dzuriah Mbah Moen terlihat di forum ini. Semula yang duduk diatas panggung adalah Plt Ketua Umum, Mbah Moen dan Gus Arwani. Namun ketika Gus Majid Kamil putra Mbah Moen datang, seketika Gus Arwani turun dari pangung dan mempersilahkan Gus Kamil untuk duduk di kursi diatas panggung. Gus Kamil enggan di persilahkan duduk di atas panggung. “Mas aku kan trimo DPC, sampean seng DPP teng mriku mawon,” kata Gus Kamil. Spontan Gus Arwani menjawab, “kalau di Jakarta DPP Gus, kalau di Sarang tetep santri”. Akhirnya Gus Arwani duduk di kursi tepat di bawah panggung.
Selang beberapa waktu, datang Gus Rouf putra Mbah Moen yang kelima, tanpa pikir panjang Gus Arwani langsung berdiri, sehingga kursi yang semula didudukinya ditempati oleh Gus Rouf. Melihat Gus Arwani berdiri, santri ndalem yag sudah terbiasa melayani para tamu-tamu penting langsung mengambilkan kursi untuk Gus Arwani. Duduklah Gus Arwani pada kursi yang diambilkan santri berjejer dengan Gus Rouf.
Neberapa menit Gus Arwani duduk bersandingan dengan Gus Rouf, datanglah lagi putra bungsu Mbah Moen yang tak lain adalah Gus Idror. Lagi-lagi tanpa memandang usia tua muda, Gus Arwani langsung pindah ke kursi kecil (dingklik) di sampingnya, untuk kemudian mempersilahkan kursinya di tempati oleh Gus Idror Maemun.
Setelah acara pembukaan selesai, ketika Mbah Moen memulai sambutannya, datang cucu Mbah Moen, Gus Rojih, putra Kiyai Ubab Maimoen. Apa kira-kira yang dilakukan Gus Arwani? Jawabannya sama: Gus Arwani langsung mempersilahkan Gus Rojih, untuk duduk di tempat yang ditempatinya walau berupa dingklik. Walhasil Gus Arwani duduk bersila ‘lesehan’ bersama para santri khidmat mengikuti jalannya acara, sembari guyon gayeng bersama para putra dan cucu Mbah Moen.
Dikisahkan oleh Mujib el-Muis (ketua GPK kab. Rembang) yang kebetulan mengikuti acara tersebut.