Oleh : Abdol Aziz, M.Si
Pasca PILEG 2019, setelah hasil yang cukup miris 19 kursi DPR RI, muncul anekdot di obrolan kalangan PPP Jawa Tengah bahwa takdir kita adalah “menolak mati”. Menolak mati bagi PPP di Jawa Tengah adalah fakta tentang tantangan paling menarik yang pernah ada, sekaligus–dan ini yang harus digarisbawahi: sebagai bahan kajian diskursus politik keislaman dan keindonesiaan. Jawa Tengah tampil dengan karakter tersendiri, peran dan kontribusi yang memadai, dalam konteks dinamika politik keislaman nasional, maupun dalam konteks dinamika politik lokal pemerintahan daerah.
Hasil pemilu 2019 menunjukkan posisi PPP Jawa Tengah yang paling tinggi perolehan suaranya secara nasional (menyumbang 4 kursi DPR RI dan 9 DPRD provinsi). Kontribusi ini cukuplah signifikan sebagai benteng penyelamatan dari degradasi politik, atau zonk kursi parlemen, sehingga PPP sukses keluar dari lubang jarum kematiannya. Jawa Tengah secara tertatih telah menopang dan menjadi peyangga tiang-tiang eksistensial kehidupan PPP sebagai partai politik secara nasional.
Artinya, eksistensi islam politik tetap terselamatkan lewat tetap hadirnya PPP dalam kancah politik. Sesungguhnya, estafet politik ummat lewat PPP akarnya bermuara pada dan dapat kita telusuri dari peran dan pemikiran para tokoh tokoh politiknya. Secara mutakhir, salah satu sosok sentral itu adalah Mbah Maimoen Zubair (pengasuh PP al Anwar Sarang Rembang).
Peran dan pemikiran politik islam dalam sosok Mbah Moen telah menjadi penyangga sisa sisa dukungan politik ummat atas PPP. Bahkan, dalam konteks Pilkada Jateng 2017, peran itu telah menghadirkan terpilihnya pasangan Ganjar-Yasin sebagai gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah. Posisi politik inilah yang kemudian bertahan menjadi penyangga PPP menghadapi badai dahsyat pemilu 2019 yang lalu.
Juga, Islam wasathiyah PPP Jawa Tengah menopang stabilitas politik islam keindonesiaan yang sedang terguncang dan mengalami ‘turbulensi’ akibat kontestasi PILPRES 2019. Sosok mbah Maimoen telah berperan mendinginkan kontestasi itu. Beliau faktanya menjadi tumpuan legitimasi spiritual kedua capres yang ada, baik Jokowi maupun Prabowo. Sepanas apapun kontestasi yang muncul ke permukaan, tetap terkendali dengan hadirnya sosok-sosok kharismatik yang dimiliki oleh Negeri ini. Wajah islam yang rahmah tetap terselamatkan dan tersematkan untuk Negeri yang kita cintai ini.
Secara lebih spesifik, menolak mati bagi PPP Jawa Tengah harus kami kaitkan dengan ikhtiyar cerdas yang harus terus dilakukan oleh para kader kader partai ini di semua tingkatan (Nasional maupun lokal Pemerintah Daerah). Menolak mati adalah menyongsong hidup untuk masa datang. Menyongsong hidup berati memberi kontribusi dan makna yang terbaik untuk rakyatnya, khususnya rakyat Jawa Tengah.
Nah, salah satu cara untuk menolak mati di jawa tengah adalah dengan memberi kontribusi memperjuangkan :
Pertama, terwujudnya keadilan sektor pendidikan untuk semua. Saat awal pemerintahannya, Gus Yasin berhasil memunculkan kebijakan bantuan guru keagamaan (madin/tpq) sebesar 207 milyar. Bantuan ini tentu sangat luar biasa, meng-cover 170 ribu guru yg selama ini sama sekali tidak tersentuh.
Sebagai ketua pansus RPJMD jateng 2018-2023, kami juga berjuang memunculkan keputusan politik anggaran sektor pendidikan yang lebih berkeadilan, proporsional antara siswa (SMA/SMK/SLB) sekolah negeri dan swasta, antara siswa sekolah umum maupun madrasah aliyah. Jika siswa negeri memperoleh BOP (bantuan operasional siswa) sebesar 1 juta/tahun/siswa, maka siswa sekolah swasta (termasuk siswa madarasah) selayaknya memperoleh 500rb/siswa/tahun dalam bentuk BOSDA.
Inilah keputusan yang segmentasi subjeknya adalah kaum muda milenial usia sekolah yang secara jumlah cukuplah besar. Ini adalah juga keputusan yang dimensinya investasi sektor SDM, yang cukup strategis untuk masa depan anak bangsa.
Kedua, pentingnya mewujudkan politik perencanaan pembangunan yang adil terhadap lingkungan dan alam di Jawa Tengah, demi masa depan anak cucu dan generasi yang akan datang. Saat terlibat sebagai ketua pansus REVISI RTRW JATENG 2009-2029, beberapa isu strategis sektor lingkungan muncul dan menjadi keputusan pansus, antaranya 1) membatalkan penetapan 6 titik baru sebagai locus rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU berbahan batubara) yang oleh negara-negara maju telah ditinggalkan karena merusak lingkungan dan mencemari kualitas udara.
2) Menolak penetapan arah pengembangan kawasan sekitar banglor (Rembang-Blora) dan Wonorakuti (Juwono Jepara Kudus dan Pati) dengan pilihan sektor unggulan pertambangan, sehingga hanya mendukung sektor unggulan pertanian, pariwisata, industri, jasa dan perikanan.
3) Menolak trase tol Bawen-Jogja dalam struktur ruang jaringan jalan nasional sebab keberadaannya yang berpotensi mengganggu sumber sumber mata air yang ada, pembangunannya yang berpotensi mengeksploitasi jutaan kubik bahan tambang di sekitar lokasi, dan hilangnya ratusan hektar lahan pertanian basah.
4.) Menolak peruntukan kawasan industri yang berada di dalam zona konservasi pesisir pantai berhutan bakau di kendal dan demak, dan 5) mendukung perluasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) Jawa Tengah demi semakin terwujudnya ketahanan pangan regional.
Begitulah dua poin contoh kontribusi menolak mati dalam konteks dinamika politik lokal PPP Jawa Tengah. Kontribusi yang dalam kontek menjelang pelaksanaan Muktamar IX PPP ini menjadi signifikan untuk diaktualisasikan. Munculnya Gus Yasin tentu masih dalam kerangka “arus” ini. Arus “detak hidup” PPP agar politik keislaman tetap terjaga dalam nafas keindonesiaan kita.
Selamat bermuktamar